BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 16 Oktober 2012

SETANGKAI MAWAR MERAH


Aku senang sekali bertemu denganmu pagi ini. Baumu yang wangi setelah kau mandi, dan rambutmu yang tersisir rapi itu sempat menyihirku sesaat, seakan aku baru pertama kali melihatmu. Kau memang mengagumkan. Hmm…, aku boleh bangga berdampingan denganmu, menjadi kekasihmu adalah hal terindah dalam hidupku. Lagi pula, aku pantas mendapatkanmu. Bukankah yang telah aku perjuangkan agar bisa bersamamu di waktu dulu itu luar biasa ? Ahh…, senyummu mengejekku saja. Tapi aku tak peduli, aku suka perempuan-perempuan itu iri melihatku berjalan bersisihan denganmu. Biar saja, biar mereka cemburu.

Kau menggenggam tanganku dengan hangat, sehangat sinar mentari yang merangkak naik di sudut 60° dari tanah tempat kita berpijak. Hangat dan damai. Hatiku berbunga-bunga memandangi senyummu yang indah dan tatap matamu yang tanpa resah. Kau…satu-satunya lelaki yang mampu membuat hidupku begitu penuh dengan suka-cita dan kebahagiaan, tak terhingga….

Aku bersamamu lagi sekarang, duduk berduaan di bawah rindangnya pohon flamboyant. Aku bersandar di bahumu yang bidang, mencoba mereguk lebih banyak lagi kesenangan. Kau biarkan rambutku menggodamu, menyebarkan wangi shampoo di hidungmu, menggelitik dan membuatmu mengernyit. Kau sisihkan ujung rambut nakal itu dengan jemarimu, lembut sekali. Ahh…, tidakkah ada perempuan yang suka sikapmu ini ? Bagiku kau adalah keteduhan, sesejuk kerindangan daun flamboyant. Kau mencubit pipiku dengan gemas saat aku menggelitik telingamu. Ya…, kau tak pernah bisa menahan rasa geli itu, tiap kali aku menyentuhnya. Kau selalu geli, itu juga sebabnya aku suka menggodamu dengan gelitikan setiap kali kau terlena – terdiam karena melihat indahnya persawahan di depan kita.

Aku sering menemuimu disini, aku suka tempat ini. Aku tak pernah bosan dengan hawanya yang sejuk dan suara kicauan burung sawah yang merdu bersahutan. Bercuit-cuit mencari sisa gabah. Naik dan turun ke tanah. Kadang kau melamun memandangi ulah burung-burung ceria itu, mengikuti setiap gerak mereka dengan matamu. Sayang…, tidakkah itu indah ?, tanyamu suatu kali. Ahh…, kau memang  romantis.

Sering kau petikkan mawar merah untukku, menyuntingkannya di rambutku, mengharumkan diriku. Tentu saja aku senang. Perempuan manapun pasti suka mawar, apalagi yang harum seperti yang kau petikkan itu. Kau cantik seperti mawar ini…, katamu tiap kali. Entah berapa kali kau ucapkan itu. Dan aku selalu mabuk karenanya. Kau memang jago merayu, tapi aku sangat suka rayuanmu. Dan aku merasa sangat beruntung karena kau tak membaginya dengan perempuan lain selain diriku. Kau berkah dalam hidupku.

Aku tak pernah bermimpi bakal menjadi kekasihmu sebelumnya. Kau begitu tenar di antara para wanita. Sedangkan aku biasa-biasa saja. Aneh…, kau justru tertarik padaku, meski banyak bunga mengelilingimu. Yang jelas, cintamu tak sia-sia, karena aku juga mencintaimu dengan sama hebatnya. Jodoh tak pernah salah menghampiri kita, rupanya…. Jadi kita boleh bersuka-cita mengikatnya dalam kisah-kasih asmara. Kalau sudah begini, siapa juga yang bakal berani memisahkan kita ?

Aku melihat sekeliling, dan menemukan setangkai mawar merah di belakang punggungmu. Masih segar dengan sisa embun menempel di daunnya. Aihh…, aku ingin memetiknya untukmu. Aku ingin memberikannya padamu. Kau sudah sering memberiku mawar merah, jadi biarkan kali ini aku yang memberikan sekumtum mawar merah untukmu. Saling memberi, biar adil. Aku juga mau menunjukkan rasa cintaku padamu. Jadi jangan kau tertawakan, ya ?

Aku ulurkan setangkai mawar itu padamu, dan aku begitu senang ketika kau menyambutnya. Kau ciumi harumnya, dan kau letakkan di depan dada. Terima kasih, sayang…. Ini mawar yang sangat indah…, katamu. Aku berkedip. Aku terharu karena kata-katamu yang tulus keluar dari bibirmu. Aku memelukmu sesaat, hanya sesaat. Dan kau merangkulku dengan erat.

Kita saling bercerita tentang masa lalu, kita bercengkrama seperti waktu dulu. Kau kini juga menua sepertiku. Tapi di mataku, kau tetaplah lelaki gagah yang menikahiku. Yang memberiku berjuta kemuliaan dan kebanggaan. Dan lihatlah diri kita ! Kita masih saja rukun seperti saat kita muda. Jadi  jangan pernah iri pada anak-anak muda itu, kita lebih mesra dari mereka. Ahh…, kau tersenyum lagi mendengarnya. Kau ini…, mengapa hanya tersenyum-senyum saja ? Tidakkah pagi ini kau ingin mengucapkan sesuatu yang penting ? Aku sudah lama menantikan itu…. Jadi aku mohon, bicaralah….

Kapan kau akan mengajakku ?, aku bertanya dengan kelu. Bibirmu terkatup dengan lengkungan yang manis, tapi kau tetap tak mau bicara. Aku dengar suara berderap mendekat. Ahh…, aku tak suka suara itu. Aku masih ingin bertemu denganmu lebih lama. Mengapa aku harus pergi darimu sekarang ? Aku masih ingin disini….

“Ibu…, waktu berkunjung kita sudah habis…”, suara perawat itu menyadarkanku. Kau terdiam memandangku, tak juga mau mengucapkan janji. Janjimu untuk membawaku pergi bersamamu. Mataku berkaca-kaca. Jadi aku masih harus terpisah denganmu lebih lama ? Ahh…perpisahan ini menyakitiku.

“Kita pulang sekarang, ya, Bu ?”, kata perawat itu lagi. Ingin aku menolaknya, tapi bibirku terkunci. Terkatup tanpa suara sejak kau pergi dariku. Dan kursi tempatku duduk kini berbalik memunggungimu. Aku menoleh, masih melihatmu berdiri disana dengan mawar merah pemberianku. Senyummu mengiringiku, tapi hatiku perih karenanya.

Perlahan-lahan mobil kami meninggalkan tempatmu berada sekarang, meninggalkan pemandangan sawah itu, meninggalkan tatapan mesra matamu. Sebutir air menetes dari sudut mataku. Selamat Iedul Fitri, sayang…. Tahun depan aku akan mengunjungimu lagi.

SELESAI
Bintaro Jaya, 9 September 2011.
(terilhami oleh mereka yang telah ditinggalkan kekasih)

0 comments: