Sam, kapan kau pulang ?
Terkirim
pesan lewat ponsel ke nomor yang tertuju, nomor Sam. Lagi-lagi kau tak
segera menjawabnya. Sedangkan aku tak kau bolehkan bicara lewat telepon.
Kau benar-benar membuatku frustasi. Aku kangen, Sam.... Tidakkah kau
tahu itu ? Aku tak heran kalau kau menjawab : “Tidak”. Kau memang
blo’on, lelaki paling blo’on yang pernah kucintai. Kau selalu membuatku
kesal, tak sabar, dan marah. Kau memang menyebalkan.
Aku
teringat saat kau lagi-lagi terlupa letak kunci mobilmu. Ahh..., baru
saja lima menit kau tinggalkan barang itu di suatu tempat, lalu
tiba-tiba kau lupa ! Kau memang konyol.... Lebih konyol lagi karena kau
selalu menanyaiku tentang barang-barang yang kau lupakan itu. Apa kau
pikir aku selalu tahu dimana kau meletakkan barang-barangmu ? Aku bukan
malaikat yang selalu menyertai setiap langkahmu, Sam !
Sebal.
Lagi-lagi aku kesal melihatmu hanya cengar-cengir ketika kau menemukan
kembali barang-barang itu. Walau aku masih bersyukur, karena kau tidak
pernah melupakan sudah makan atau belum. Kalau kau sampai lupa kapan kau
makan, bisa-bisa beras di dapur cepat habis karenamu.
Kau
selalu lupa menyiram kakus kamar-mandi. Bau menyengat yang selalu
membangunkanku hingga memaksaku harus menyiramnya setiap malam. Apa
tidak bisa kau siram sendiri kencingmu itu ? Kau ini sungguh-sungguh
menjengkelkan, ya ? Kau enak-enak buang air, aku yang harus
menyiramnya....
Aku juga benci melihatmu selalu menarik
baju dari lemari tanpa hati-hati, membuat baju-baju lainnya terbalik
kacau morat-marit di dalam sana. Teraduk seperti sampah. Kau pikir
kerjaanku hanya untuk merapikan bajumu, ya ? Sudah sedari dulu, dan
sampai sekarang pun kau tetap begitu. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana
caramu dibesarkan dulu. Jangan-jangan tak ada seorangpun yang
mengajarimu bagaimana harus rapi dengan barangmu. Kau tahu rasanya
merapikan lemari baju dua kali sehari ? Rasanya memuakkan sekali.
Lihatlah
piring dan gelas yang kau geletakkan di sembarang tempat itu. Bercecer
dimana-mana lengkap dengan semut dan lalatnya. Lalu akan sampai kapan
aku harus membawanya ke tempat cucian piring ? Kau ‘kan bukan anak
kecil, Sam... ? Lalu mengapa lagi-lagi kau bikin aku geregetan ingin
menjewer kupingmu ?
“Kamu ‘kan pelengkap penderita...”,
begitu jawabmu tiap kali aku marahi. Kau ini...! Dan aku tak habis pikir
mengapa aku tak juga kunjung bisa menjauhimu setelah sekian lama aku
harus marah karenamu. Kau pasti tak pernah tahu seperti apa sakitnya
selalu marah pada orang yang dicintai. Tidak. Kau tak akan pernah tahu
rasanya. Karena bagimu, pusat dunia adalah dirimu. Ahh..., jangan-jangan
aku hanya seekor cicak yang menempel di dinding.... Kalau tidak,
mengapa kau sering abai padaku ?
Berkali-kali juga
kata-kataku tak kau gubris. Kau sering kali asyik dengan kepalamu
sendiri, kedua telingamu tertutup, dan kau hanya mendengar nyanyian
anai-anai yang terapung di atas kolam. Tak peduli suaraku sekeras
halilintar, kau tetap tak mendengar. Dan lagi-lagi aku harus menahan
diri dengan melipat tanganku, menunggumu terantuk tembokmu sendiri.
Kau
tak pernah jera, mengulanginya berkali-kali dengan cara yang sama – di
tempat berbeda. Tidakkah itu bodoh ? Kesalahan yang selalu terulang
adalah cermin kebodohan, dan herannya – kau tak juga kunjung belajar
darinya. Tapi aku lebih heran lagi karena aku masih saja memberimu
kesempatan. Kalau orang lain, pasti tak akan berbuat yang sama, Sam....
Sial ! Lalu apa jadinya kamu tanpa diriku ? Kau..., lelaki paling blo’on
yang pernah kukenal – dan aku mencintaimu seperti kucing dengan ikan
asin....
Sam, kapan kau pulang ?
Aku
kirim lagi pesan pendek ke nomormu. Aku harap kau membalasnya kali ini,
meski harapanku itu ternyata masih saja sia-sia. Pesan itu seperti
terkirim ke negara langit, tersangkut di awan, dan tak mampu terbang
sampai ke ponselmu. Aku genggam ponselku erat-erat, dengan gemas. Kalau
saja kau ada di sampingku sekarang, barangkali aku sudah menimpukmu
dengan bantal. Jangan dengan batu, aku tak mau kau sakit. Tapi kau
memang menyebalkan, sungguh menyebalkan.
Aku penasaran.
Aku kirim lagi pesan pendek ke nomormu. Dan kau masih tak juga menjawab.
Tak sabar, aku menekan nomormu – mencoba bicara. Tapi sia-sia..., kau
tak ada disana. Suara merdu Veronika terdengar dari seberang telepon : “
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”.
Huh..., Sam. Kau memang lelaki paling blo’on yang sangat menyebalkan. Sungguh-sungguh menyebalkan. Tapi aku rindu padamu....
Selasa, 16 Oktober 2012
SAM, KAPAN KAU PULANG ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar