BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 22 Desember 2009

BANGKU TAMAN FIRDAUS




SEPASANG BANGKU BATU DI TAMAN BERBICARA....
Hmm, kau tau ? Kita sudah semakin tua….
Ya, kita sudah tua. Lihat !, kita sudah mengelupas ! Sungguh tak pantas kalau kita menyombongkan diri jadi yang terbaik disini….
Hmm, kau benar. Kaki-kaki kita sudah mengelupas. Sudah berapa lama kita disini ? Apa kau masih ingat ?
Mmm, kira-kira sudah hampir duapuluh satu tahun. Ya !, kira-kira selama itu !
Duapuluh satu tahun ?, betul-betul waktu yang sangat lama.
Sssssttt, diam ! Ada dua orang muda mendekat….
Aku melirik, benar saja, ada dua orang muda sedang datang mendekat. Di hari sesore ini, apa yang akan mereka kerjakan disini ?
*
Duduk ?, kata pemuda itu mempersilakan. Si gadis tersenyum dan mengangguk. Mereka lalu duduk di pangkuanku. Sang jejaka meletakkan lengan kanannya di atas lenganku yang sepertinya sedikit basah. Tapi dia tak keberatan, tangannya malah seperti menemukan sebuah tempat bermain yang asyik. Dia jadi sibuk mengusap-usap lenganku hingga kering.
Si gadis duduk agak menjauh, bahkan tangannya yang tersentuh tak sengaja oleh sang jejaka itu cepat-cepat ditariknya. Dia tampak agak bingung sewaktu si jejaka nekat melingkarkan tangan kirinya ke atas pundaknya yang berkulit seputih pualam.
Ini… ?, katanya bingung sambil berusaha menepis tangan yang memeluk pundaknya itu. Heran…, si jejaka tersenyum saja. Dia malah mengulanginya, setiap kali tangannya ditepis. Akhirnya si gadis menyerah, dibiarkannya tangan si pemuda itu memeluk pundaknya meski dia merasa sangat risih.
Si pemuda mempererat pelukannya, membuat wajah sang gadis tertarik mendekat ke arahnya. Si gadis tambah jengah, pipinya memerah.
Boy !, jangan !, serunya dengan bingung, takut kalau-kalau dilihat orang. Belum pernah dia berkencan seperti ini, biasanya dia hanya berpacaran tanpa saling menyentuh dengan pria lain sebelumnya.
Tapi si pemuda memang suka gelap mata, dia makin nekat mendekatkan wajahnya, berusaha mencium pipi si gadis dengan paksa. Sang gadis memberontak, tapi tangannya terkunci. Bibir si pemuda itu pun berhasil dengan mulus mendarat di pipi kirinya yang terasa sangat panas. Barangkali sekarang warnanya lebih merah dari kulit sebuah apel washington yang paling ranum sekalipun. Gadis itu memejamkan mata, bibirnya mengatup. Dia tak henti terkejut. Lebih-lebih sewaktu pemuda itu merangsek mendekat, mencium bibirnya yang terus mengatup.
Tiba-tiba gadis itu menemukan tenaganya, didorongnya kuat-kuat badan sang pemuda yang dimabuk cinta, hingga pemuda itu mundur ke belakang. Si gadis yang jengah kini berdiri dari duduknya, bersiap pergi. Tapi tangan pemuda itu menahannya. Dia sudah berusaha mengibaskan tangan itu, tapi sepertinya genggamannya terlalu kencang.
Mau kemana ?, tanya si pemuda. Sang gadis cemberut, dia tak suka diperlakukan begitu. Meski ciuman itu hal baru yang menarik, tapi dia ingin mendapatnya dengan lebih banyak kelembutan.
Si gadis tak bisa lagi dibujuk, maka sang pemuda harus mengalah dan mengantarnya kembali pulang. Berdua  mereka berjalan menjauh dari tempat kami berada.
*
Kau lihat itu ?
Ya, dua anak muda yang mabuk cinta.
Kau pernah jatuh cinta ?
Heheh…, kita ini sebenarnya juga ingin dicintai. Aku juga senang kalau ada yang cinta padaku, mau mengecat kakiku, mau memperbaiki lenganku, mau menambal pangkuanku…. Tapi aku ‘kan sudah tua, mana mungkin ada yang cinta ?
Hmm, yang kita bisa cuma jadi saksi semua peristiwa. Ada yang sedih, ada yang senang, dan entah apa lagi kisah yang akan dibawa dua orang muda itu nanti bila mereka mampir lagi kesini….
Ah...diam kau.... Ada dua orang lagi yang datang.....
Aku melirik, dua orang pria datang mendekat dari arah jalan raya. Dua pemuda yang tampan. Yang seorang bercelana jeans dan berjaket kulit warna hitam. Yang seorang lagi berdandan rapi, dengan kemeja atasan warna biru muda lembut, dan celana abu-abu. Dari keduanya, yang aku sebut terakhir tampak lebih bersih dari yang satunya. Kulitnya agak terang, dan kumis tipis yang bertengger di atas bibirnya yang manis itu tampak semakin membuat wajahnya ganteng. Ah..., orang-orang muda jaman sekarang memang banyak yang ganteng, tidak seperti 20 tahun yang lalu, dimana anak-anak muda lebih suka tampil cungkring dan berdandan ala Punk. Pemuda masa kini lebih mengerti mode.
*
Rasyid celingukan kesana-kemari, matanya tajam melihat sekeliling. Anton yang mengikut di belakangnya mengambil keputusan untuk duduk lebih dulu. Kakinya pegal, sudah sedari tadi dia mengikuti Rasyid berjalan mencari tempat untuk bicara. Dan baru di Taman Firdaus inilah mereka bisa mendapat tempat yang pas, tidak terlalu banyak orang, dan ada bangku yang teduh di bawah naungan pohon rindang.


"Disini cukup aman...", terdengar suara Rasyid. Matanya masih saja awas melihat sekeliling.
Anton mendudukkan dirinya, dia menarik napas panjang.
"Bagaimana sekarang ?", tanya Rasyid tiba-tiba. Anton tampak enggan menjawab, tapi dia memaksakan juga suara seraknya keluar dari tenggorok.
"Tante Donna sudah percaya padaku...", jawab Anton pendek.
"Hmm..., itu perkembangan bagus. Sekarang kamu harus mulai memberinya perhatian lebih khusus. Ingat !, target kita sejumlah 6 miliar. Jangan sampai apa yang sudah kita rencanakan ini gagal, Brur !", kata Rasyid dengan mata tajam menatap Anton.
"Hhh.... Sebenarnya aku tidak suka ini....", keluh Anton.
"Ahh..., sudahlah.... Sudah kita niatkan bersama, kalau bukan aku yang dipilihnya. ya pasti kamu. Maka sekarang tugasku cuma membantu dari balik layar. Kalau nanti dia minta proposal lagi, aku akan sediakan. Pokoknya tugasmu menyenangkan dia.... Gak ada ruginya.... Janda kaya itu pasti mau mendengar omonganmu...", kata Rasyid lagi.
"Kamu tau ?, sebenarnya aku jijik meladeni birahinya.... Dan aku mulai muak ! Seperti mesin, napsunya tak pernah terpuaskan.... Dan aku mulai lelah harus berpura-pura. Meniduri perempuan tua yang lebih pantas jadi ibuku.... Lelaki macam apa aku ini ?", kata Anton geram.
"Ayolah.... Tinggal beberapa langkah lagi, lalu semua tujuan kita akan tercapai, Brur...", Rasyid mencoba menenangkan. Wajah Anton tampak buram. Ahh..., kalau saja dia tidak terhimpit hutang para renternir, tak bakal sudi dia berbuat begini.
"Kamu harus mengarahkan dia untuk menanam investasi pada beberapa proposal yang aku buat ini...", kata Rasyid sambil menyodorkan seamplop kertas. Anton menerimanya dengan lesu.
"Pelajari..., lalu tanyakan padaku apa yang kamu tidak mengerti. Kesempatan ini gak boleh meleset ! Dan kamu harus betul-betul bisa meyakinkan dia kalau usaha ini akan berhasil. Selebihnya, aku percaya kamu bisa menambah dengan improvisasimu sendiri...", kata Rasyid dengan senyum terkembang di bibir.
"Kau masih mau kaya 'kan ?", tanya Rasyid tiba-tiba sambil menepuk pundak temannya. Anton mengangguk pelan, dipegangnya amplop kertas warna coklat itu erat-erat. 6 miliar !, mendapat setengahnya pun Anton sudah bisa menutup hutang dan membeli apapun yang dia butuhkan.


Kedua lelaki itu mengakhiri pertemuan mereka disitu, dan mereka berpisah jalan menuju arah masing-masing.
*
Kau dengar itu ?
Ya..., seorang gigolo dan temannya yang penipu !
Aneh sekali cara orang mencari uang jaman sekarang....
Apa yang mereka pikirkan kalau hal itu menimpa ibu mereka sendiri ?
Hmm..., orang-orang seperti mereka tidak pernah berpikir sampai disitu. Aku tak yakin keduanya masih punya hati....
Hati ? Hmm..., hati...... Mungkin sekarang sudah jarang ditemui orang yang hidup dengan hati.... Semua orang sekarang menghamba pada uang. Urusan apapun tak pernah lepas dari uang. Sepertinya uang sudah menjadi Tuhan. Uang yang menentukan kapan seorang lelaki bisa merubah dirinya menjadi gigolo, atau kapan seorang polisi merubah dirinya menjadi koruptor..... Uang  memainkan peran seseorang selama hidup di dunia. Bukan main !
Ya.... Uang juga yang membuat seorang anak tega membunuh bapaknya sendiri, membuat seorang ibu tega menjual bayinya sendiri, dan betapa banyak hal lain yang menjadikan uang sebagai alasan untuk bisa menyakiti dan menzalimi orang lain. Dunia ini memang sudah berubah....
Kau tau ?, aku betul-betul takut suatu saat nanti orang-orang yang merawat taman ini berpikiran untuk menjualnya. Menebang pohon-pohon besar yang selama ini menaungi kita. Dan merubahnya menjadi Mall. Mungkin..., bila saat itu tiba, kita tak akan lagi bisa berada disini, menjadi tempat singgah bagi semua orang.... Lalu kita akan dihancurkan dengan palu godam, berkeping-keping, lalu dibuang....
Hhh..., kita memang tak punya daya untuk melawan kehendak mereka. Kita memang mereka ciptakan untuk suatu saat nanti bisa mereka hancurkan.... Lihat diri kita ini, kita sudah tua, sudah tak banyak lagi anak-anak yang mau singgah di atas kita saat hari libur. Betapa aku rindu tawa dan canda anak-anak itu, aku ingin mendengarnya seperti dulu saat taman ini baru saja berdiri. Anak-anak itu sekarang sudah tak lagi suka berjalan-jalan di taman. Mereka lebih suka tinggal di rumah, bermain sendirian, bahkan tak perlu teman....
Ssstt.... Diamlah.... Adalagi yang datang....


*
"Disini tempatnya, Pak ! Batasnya mulai dari seberang Rumah Sakit itu, terus memutar sampai depan Pasar Loak. Untuk ke depan, kami sudah ada maketnya. Kalau gambarnya sendiri seperti ini...", kata seorang pria berdasi dan bertopi proyek warna putih kepada seorang pria bermata sipit usia 50 taunan. Sang lelaki sipit mengangguk-angguk tanda setuju.
"OK ! Mulai besok kita ratakan. Cek lagi apakah ijin pembangunannya sudah ditanda-tangan...", kata si lelaki sipit.
"Baik, Pak ! Saya siap melaksanakan...", lelaki berdasi itu menjawab tegas.


*
Sudah saatnya..... Kita tak akan bertemu lagi.....
Sampai jumpa kawan.....


SEBUAH MARTIL MENGHANTAM BANGKU TAMAN FIRDAUS, MEMECAHNYA MENJADI BERKEPING-KEPING.


S E L E S A I

0 comments: