BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 18 Desember 2009

PAKUNCENAN WIROBRAJAN

Sesaat tadi, tiba-tiba aku teringat pada sebuah tempat yang dulu pernah membuat aku begitu bergairah untuk bersama-sama berolahraga dengan teman-teman kecilku saat di Jogja. Sekolah kami memang tidak punya cukup tempat untuk berolahraga. Ukuran lapangan di depan sekolah saja hanya sebesar setengah lapangan bola yang seharusnya. Itupun, kami harus memakainya bergantian dengan sekolah-sekolah lain yang masih tergabung dalam satu areal pagar. Ya, di samping SD Muhammadiyah 3 (sekolah kami itu), ada juga SD Muhammadiyah 1, sebuah SMP Muhammadiyah Putra, dan juga sebuah STM Muhammadiyah. Tak ada cara lain, Pak Guru lalu membawa kami berjalan mencari tempat lain untuk berolahraga. Tempat yang tenang, luas, dan tidak mengganggu atau diganggu orang banyak.

Mula-mula aku tak tau kemana Pak Guru akan mengajak kami semua. Kami berjalan beriringan, melintasi kampung, menyeberang jembatan kecil di atas sebuah sungai, sampai kami tiba di sebuah tanah lapang nan luas, lumayan berjarak dari sekolah. Tempat itu Pakuncenan Wirobrajan. Sebuah tempat yang sepi, tidak banyak orang berlalu lalang disini. Karena mungkin inilah tempat terakhir yang bakal terpikirkan oleh orang lain untuk disinggahi. Pakuncenan Wirobrajan adalah sebuah Tempat Pemakaman Umum.

Takutkah para murid ? Hmm…, keasyikan kami bermain kasti rasa-rasanya sudah menenggelamkan rasa takut itu dalam-dalam. Itu olahraga untuk anak perempuan. Sementara anak-anak lelaki bermain bola.

Kami tak jerih berlarian di antara nisan yang terpatok di sana. Berpencar kesana-kemari mencari kemana arah bola kasti menghilang. Tak jarang, aku sengaja mengarahkan pukulan tongkat kastiku, membuat bola kasti itu melenting menuju ke arah nisan terjauh yang bisa dicapai, hal yang pasti membuat teman-teman yang bergabung menjadi ‘musuh’ reguku senewen. Mencari bola di antara nisan itu susah, karena disana juga banyak terdapat bunga kamboja yang bertebaran dimana-mana. Menjadikan kamuflase yang sempurna bagi bola kasti berwarna merah pudar yang cuma segede kepalan tangan.

Kalau diingat-ingat lagi, rasa-rasanya sekarang tidak ada guru yang punya pikiran seperti guru kami itu. Mengajak anak-anak murid bermain bola dan kasti di tanah kuburan ? Barangkali kalau saat ini sampai ada yang begitu, langsung orangtua muridnya protes ke Kepala Sekolah ! Ada-ada saja….

Beruntung, aku merasa sangat beruntung. Karena dengan ‘latihan’ olahraga di ‘njaratan’ itu sudah membuat aku jadi anak pemberani. Kuburan itu ‘kan cuma tempat mereka yang sudah tak bernyawa. Apalagi yang harus ditakuti ? Toh, suatu saat nanti, semua orang bakal mati.

Sungguh kenangan yang sangat indah. Rupanya Pak Guru tidak cuma mendidik kami olahraga, tapi juga memberi kami pengertian bahwa tempat seperti Pakuncenan Wirobrajan itu juga bisa bermanfaat bagi kami yang masih hidup, bahkan untuk bersenang-senang.



0 comments: