BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 18 Desember 2009

PRT

PRT, penting sekali peran PRT di rumah semua orang. Bagi yang beruntung, mereka menjabarkannya dengan kepanjangan dari Pembantu Rumah Tangga. Suami ke kantor, istri ke kantor, anak-anak sekolah, lalu PRT-lah subyek yang menjadi pemeran utama selama semua orang tidak di rumah. Begitu orangtua pulang setelah kegiatan di luaran selesai, rumah sudah dalam keadaan bersih, masakan siap, dan anak-anak kenyang. Beres dan gak bikin orangtua repot.

Begitu tergantungnya pasangan menikah pada para PRT, sampai-sampai ada orang yang membawa 2 atau 3 PRT sekaligus untuk bersama-sama menyertai sebuah keluarga saat berlibur. Semua diajak, takut kerepotan merawat sang buah hati. Sebagian orang mungkin akan protes dengan istilah PRT untuk nanny/pengasuh bayi atau anak, tapi bagi saya sama saja. Mengasuh bayi atau anak 'kan seharusnya termasuk dalam kategori pekerjaan rumah juga to ? Bedanya, istilah nanny bisa jadi terdengar lebih keren. Bukan batur, tapi nanny. Kalo orang jaman dulu mungkin menyebut 'emban'.

Tapi ada pengartian PRTyang lain, itu pengartian bagi orang-orang yang tidak beruntung seperti saya. Cukuplah saya menyebut kepanjangan PRT menjadi Pekerjaan Rumah Tangga saja. Tidak tergantung apa yang dikerjakan orang lain, tidak mengenal libur, tidak mengenal dapat gaji seusai kerja, dan saat sehabis pulang dari bepergian pasti tidak bisa seenaknya istirahat, yang ada malah tambah repot karena biasanya cucian langsung menumpuk. Mau menunda tidak mengerjakan juga tidak apa-apa, karena pasti tidak ada yang memarahi. Paling-paling akan menanggung sendiri akibatnya, 'kan pekerjaan rumahnya sendiri. Kalo tidak mau mencuci, ya pasti semua baju tetap kotor. Kalo tidak mau setrika, ya pasti cuma bisa kemana-mana pake baju keriting. Kalo tidak mau cuci piring, ya tentu saja tidak bisa makan pake piring bersih dong. Semua ditanggung diri sendiri.

"Kan enak, Bu, kalo kita punya pembantu....", kata anak saya suatu kali. Saya jawab cuma dengan segaris senyum. Hasil yang saya dapat setelah 5 taun kami hidup tanpa bantuan pembantu sungguh sangat saya rasakan. Anak-anak mulai mandiri. Masing-masing punya tugas dan tanggung-jawab. Meski kualitas masing-masing anak berbeda, tapi jalan menuju pemahaman bahwa 'TAK ADA SEORANGPUN YANG BISA MEMBUAT KITA LEBIH BAIK, KECUALI KITA SENDIRI MAU BERUSAHA' sudah tertanam dalam diri mereka. Meski barangkali keadaan rumah kami menjadi tidak serapi rumah orang lain yang pagi-siang-malam ditangani pembantu, tapi kami sangat puas. Yang penting belajar mandiri dan bertanggung-jawab.

"Kenapa sih temen-temenku gak bisa mimpin ? Disuruh nangani ini gak bisa, disuruh nangani itu gak bisa. Maunya jadi bebeeek melulu...", keluh anakku suatu kali. A-ha ! Tanpa dia sadari, pekerjaan rumah tangga yang selama ini dilatih di rumah sudah membuat dia menjadi anak yang tau bagaimana mengambil keputusan dan berinisiatif bila ada masalah dalam kelompoknya. Pengalaman membuktikan, cuma orang-orang terlatih yang bisa lebih maju dalam usahanya meraih kesuksesan diri. Bagaimana kita bisa mengharap anak-anak kita menjadi pemimpin bila setiap saat orang lain selalu membantunya ? Mau menjadi pemimpin berarti harus mau membawa beban yang lebih berat dari yang lain. Dan tanpa latihan, itu non sense !

"Bu..., aku cuma ranking 2...", kata anakku suatu kali sehabis terima raport yang diambilnya di sekolah. Senyumku mengembang, dan aku katakan padanya dengan penuh khidmat....

"Temanmu bisa ranking 1 dengan segala fasilitas dan kemudahan. Mulai dari Bimbingan Belajar sampai pembantu yang selalu siap meringankan hidup sehari-harinya. Kamu ranking 2 dengan belajar sendiri tanpa bimbingan, dan kamu masih bisa membantu Ibu dengan berbagai pekerjaan. Tak ada yang lebih membanggakan Ibu dari apa yang telah kamu raih sekarang....".

0 comments: