BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 18 Desember 2009

HANDPHONE


Seorang kenalan kaya yang sama-sama menyekolahkan anaknya di SD Negeri tempat anakku menempuh pendidikan mengeluarkan sebuah Handphone mahal merek tertentu dengan jenis terbaru. Kukunya yang merah bercat kuteks merah bergambar bunga-bunga kecil menggenggam HP mahal warna merah itu dengan cantik. Sang kenalan lalu asyik mengobrol lewat HP sambil berdiri di selasar kelas, sekilas kilatan berlian yang tertanam di gigi serinya memedarkan cahaya yang sampai di permukaan giginya. Sungguh seorang nyonya kaya. Melihat HP itu, aku jadi teringat pada anakku.

"Bu..., yang kayak gini nih yang bagus, bisa buat browsing internet !", bujuk si sulung kala itu. Alisku mengernyit, HP yang tampak komplit itu memang menarik. Tapi harganya juga menarik ! Mampu menarik isi kantong sampai tak lagi bersisa.

"Orang beli apa-apa itu tergantung guna dan perlunya...", jawabku padanya.

"Tapi yang begini bagus...", sahut anakku yang mendadak jadi rewel.

"Bagus, sih.... Tapi mahalll...", jawabku dengan menekan huruf /l/ di belakang kata terakhir.

"Tapi aku punya uang...", jawabnya lagi. Aku pandangi wajah anakku yang ngeyel itu sekali lagi. Tabungannya memang lumayan cukup buat beli HP sejenis, meski kalau jadi beli pasti tabungannya tak akan lagi bersisa banyak.

"Gunakan tabunganmu untuk hal lain, dua tahun lagi kamu lulus SMA. Kamu perlu banyak peralatan seperti laptop dan sejenisnya buat nulis paper kalau kamu kuliah. Apa yang begitu itu tidak penting nantinya ?", tanyaku menyadarkan. Bibir anakku cemberut, aku tau dia suka diajak berlogika. Lewat logika pula aku berusaha mengalahkan keinginannya agar bisa tampil sekeren teman-temannya di sekolah.

Ya !, HP mahal sudah jadi trend di kalangan anak-anak yang sekolah di SMA tempat anakku belajar. Maklum, jumlah orangtua yang mampu ekonominya sangat banyak, mungkin lebih dari separuh. Dengan teman-teman yang banyak berkeliling dunia bersama keluarga mereka saat liburan tiba, musykil bagi anakku untuk tidak kepingin merasakan kemewahan yang sama. Untungnya, anakku tau diri. Sepertinya sih begitu. Aku tidak tau seperti apa yang dirasakannya di dalam hatinya yang selalu sembunyi untuk hal-hal yang sensitif. Hanya saja aku merasa bila dia tau dan menyadari bahwa dirinya adalah anak yang terlahir dari orangtua biasa yang tak selamanya mampu.

"HPmu rusak ?", tanyaku tiba-tiba, menyadarkan anakku dari lamunannya di depan outlet HP di PRJ itu.

"Enggak sih, cuma senang aja liat yang baru...", jawabnya berkilah.

"Kalau masih bagus nggak usah cari yang baru, toh pake komputer di rumah kamu bisa ngenet juga...", kataku lagi. Tegas seperti biasa. 'Kayak tiran !', begitu kata anakku kalau dia sudah sebal. Sebutan yang cuma membuatku tertawa. Mau bilang apa ?, wong nyatanya duitnya memang nggak ada ! Biar disolot kayak apa juga gak mempan, sekali tidak tetap aja tidak.

"Tapi kalo entar aku mau beli laptop baru, aku ditambahin duit ya ?", bujuknya lagi. Matanya yang membulat seperti dakocan dan bibirnya yang merenges menampakkan gingsul membuat aku geli. Aku cepat-cepat memalingkan wajah ke arah lain, muka seductive kayak gini sering bikin aku gak tega untuk menjawab tidak. Aku pura-pura tak mendengar. Tapi si denok kekeh merayu. Akhirnya aku menjawab juga....

"Ah..., ya nanti ah. Kalo ada duit. Makanya baik-baik sama Bapak biar kamu ditambahin uang buat beli laptop".

"Trus kalo Bapak nggak kasih, Ibu mau nambahin 'kan ?", tanyanya lagi. Aku melengos, kakiku cepat-cepat meninggalkan outlet HP itu. Jadi terpikir sesuatu, 'enak betul orangtua jaman dulu gak perlu beli HP atau laptop mahal buat anak-anak mereka seperti yang kami hadapi saat ini....'.


0 comments: